BERITA TERBARU

Senin, 02 Januari 2017

SEMUA KEJAHATAN PEMALSUAN PENIPUAN INDONESIA

Solidaritas Hollywood/foto-twitter
SEMUA KEJAHATAN PEMALSUAN PENIPUAN INDONESIA
MENGUASAI DAN MENDUDUKI WILAYAH PAPUA BARAT TIDAK ADA DASAR HUKUM YANG JELAS (CACAT HUKUM INTERNASIONAL).


Pelaksanaan PEPERA 1969 (Self-Determination) serta Hasilnya dalam Sidang Majelis Umum PBB dan Protes Negara-Negara Anggota PBB
a) Pelaksanaan PEPERA 1969 di Papua Barat Oleh Pemerintah Republik Indonesia

Akhirnya, Penentuan Nasib Sendiri (Self-Determination) di Papua Barat telah dilaksanakan oleh Pemerintah Republik Indonesia dari tanggal 19 Juli 1969-4 Agustus 1969, yang dimulai dari Merauke sampai Sorong dan berkahir di Hollandia, Papua Barat.
Pelaksanaan PEPERA 1969 di Papua Barat adalah tidak sesuai dengan New York Agreement 15th August 1962, dan juga tidak berdasarkan praktek Internasional sesuai mekanisme Perserikatan Bangsa-Bangsa, dimana lasim digunakan dalam Hak Penentuan Nasib Sendiri bagi daerah jajahan, berdasarkan aturan Hukum HAM Internasional.

Pelaksanaan PEPERA 1969 di Papua Barat adalah dengan cara Indonesia yaitu, MUSYAWARA yang tidak pernah dilaksanakan oleh PBB di Negara mana pun di muka bumi. Hal ini adalah tindakan liar, yang pada hakekatnya adalah KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN.

b) Protes Bangsa Papua atas Pelaksanaan PEPERA 1969

Dengan demikian, maka pelaksanaan PEPERA 1969 di Papua Barat oleh Pemerintah Indonesia tidak dapat dibenarkan oleh siapa pun dan dari Hukum mana pun di Dunia. Itu sebabnya, bangsa Papua di bagian Barat pulau New Guinea telah melakukan protes keras dan sedang berjuang terus untuk memperoleh Hak Menentukan Nasib sendiri berdasarkan Legal Procedure, yang lasim digunakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam menangani wilayah konflik, dimana merupakan daerah Jajahan yang dapat menjadi sengketa politik.

c) Protes Negara-Negara Anggota PBB atas Pelaksanaan PEPERA 1969 di Papua dalam Sidang Majelis Umum PBB
 
Pada tanggal 3 November 1969, Hasil PEPERA 1969 di Papua Barat telah dilaporkan secara resmi oleh dua pihak. Laporan pihak pertama adalah oleh Wakil Pemerintah Republik Indonesia, yang diwakili oleh Soebandrio. Dan Laporan Pihak Kedua adalah oleh utusan PBB, yang mana diwakilkan oleh Dr. Fernandez Ordiz San. Setelah mendengar laporan dari kedua belah pihak, maka Negara-Negara Afrika dan Karibian yang dipimpin langsung oleh Chana dan Cabon telah dapat melakukan pengajuan keberatan atas laporan, tentang hasil Pelaksanaan PEPERA 1969 di Papua Barat.
Hal ini dapat terjadi karena dinilai bahwa Pelaksanaan PEPERA 1969 di Papua bermasalah, dan juga metode pelaksanaannya tidak berdasarkan Mekanisme PBB. Kemudia Negara-Negara Afrika dan Caribian mengajukan permohonan penundaan waktu dua minggu untuk mempelajari Document yang dimaksud. Mengapa? Karena laporan ini perlu waktu yang cukup untuk di pelajari, kemudia dapat mengajukan dalam Sidang Lanjutan.

Akhirnya, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa menerima usulan Channa dan Cabon kemuadian sidang ditunda untuk waktu dua minggu, terhitung dari tanggal 4 November 1969.

Selanjutnya, Majelis Umum PBB membuka kembali Sidangnya pada tanggal 19 November 1969, dengan agenda mendengarkan draf usulan dari Negara-Negara pihak protes dan juga oleh Indonesia dan Belanda.

Kemudian, Negara-Negara pihak protes, mengajukan draf dengan Resolusi bahwa Referendum ulang harus dan wajib dilaksanakan di Papua Barat dalam tahun 1975, dengan dasar alasan yang rasional. Mengapa? Karena setelah mempelajari laporan Indonesia dan Utusan PBB atas pelaksanaan PEPERA 1969 di Papua Barat, menunjukan bahwa hasil PEPERA tidak sah dan melanggar prosedur Internasional dan Musyawara adalah cara yang unik dan tidak dapat di terima oleh akal sehat.
Setelah mendengar draf usulan Negara-Negara Pihak protes, selanjutnya kiliran bagi Indonesia dan Belanda. Akhirnya, Belanda dan Indonesia mengajukan draf usulan bersama bahwa mereka siap membangun Papua, dengan perjanjian bahwa Indonesia siap melaksanakan pembangunan dan membangun Papua, yang terutama di bidang Pendidikan, Kesehatan dan ekonomi serta meningkatkan kesejahteraan bagi penduduk setempat, dan Belanda siap memberikan suntikan Dana demi terwujudnya semua program yang di masukan dalam draf usulan.

Dengan demikian Majelis Umum PBB dengan sangat hati-hati dan teliti, mengumumkan bahwa Sidang terhormat menerima draf usulan Pemerintah Belanda dan Pemerintah Indonesia.

Mengapa draf usulan Indonesia dan Belanda dapat di terima oleh Sidang Majelis Umum PBB?

Karena memang, Indonesia dan Belanda di backup penuh oleh Amerika Serikat dan PBB. Hal ini adalah suatu manuver politik kotor atas kepentingan Amerika dan Indonesia di Papua Barat, yang mana mengorbankan Hak Politik bangsa Papua Barat untuk Menentukan Nasib Sendiri, dan berdiri sebagai bangsa yang merdeka.

Berdasarkan draf usulan Indonesia dan Belanda, maka Majelis umum PBB telah mencatat dengan Resolusi 2504. Ingat, bahwa Resolusi ini bukan merupakan Pengesahan Hasil PEPERA 1969, melainkan hanya sebagai catatan (TAKE NOTE) untuk melengkapi prosedur Sidang tahunan PBB.

Semua ini terbukti dari Archive PBB yang tersimpan pada Kantor Pusat PBB di New York, Amerika Serikat, yang mana telah dapat diteliti oleh Dr. John Salfor (Akademisi Inggris) dan juga dapat diperkuat dari Buku karya Prof. P.J. Drooglever (Guru Besar Leiden University, Belanda).

Sumber: Faceook- Balingga Aminus
Share This :

Posting Komentar

 

Top